jam

Sekarang Menunjukkan Jam


Senin, 17 Juni 2013

Tabligh Akbar

UMK-Forum Mahasiswa Islam (FORMI) Universitas Muria Kudus bekerjasama dengan pengurus Takmir Masjid Darul 'Ilmi UMK pada tanggal 4 Juni 2013 di Masjid UMK mengadakan acara "UMK BERSHOLAWAT" dalam rangka peringatan Isro' Mi'roj Nabi Muhammad SAW 1434 H dengan mengusung tema "Pertemuan Hamba Allah Yang Mulia dengan Dzat Yang Maha Suci". Terkait tema tersebut, Ali Muhtar selaku ketua panitia kegiatan menuturkan acara ini bertujuan untuk mendalami makna penting dibalik peristiwa Isro' Mi'roj selain itu bertujuan untuk membumikan budaya sholawat kepada Baginda Rosul Muhammad SAW di lingkungan kampus UMK sebagai wujud cinta kita kepada beliau atas jasanya sebagai Uswatun Hasanah bagi seluruh makhluk di Jagad Raya.
Acara yang juga didukung oleh Universitas dan Yayasan UMK dimulai ba'da isya' dengan diawali lantunan Qosidah Simtudurror dari group Rebana Al Mubarok dari Kudus. Ratusan jama'ah membanjiri Masjid Darul 'Ilmi UMK yang terdiri dari kalangan civitas akademika kampus, tamu undangan dan seluruh warga muslim di sekitar kampus.
Setelah berjam-jam jama'ah menunggu  kehadiran sang Pembicara. Akhirnya sang ustadz datang juga, disambut dengan berjabat tangan dengan para jama'ah serta penari-penari sufi dengan diiringi lantunan qosidah.
Ustadz yang terkenal dengan sebutan "Mana Dalilnya", Alhabib Naufal bin Muhammad Al'aydrus selaku sebagai pembicara dalam acara tersebut menjelaskan, "waktu malam adalah waktu yang berkah terlebih waktu sepertiga malam, karena peristiwa-peristiwa penting Islam semua terjadi diwaktu malam" ujarnya.
Lebih jauh, beliau memaparkan inti dalam perjalanan Rosulullah SAW dalam Isro' Mi'roj adalah Barokah.Beliau juga menuturkan "dalam hidup tidak usah pusing dan mumet, semua itu ada karena kita mikir  kalau kita merasa memiliki sesuatu di dunia ini" imbuhnya. Selain itu, beliau menambahkan "kalau kita mau sesuatu tinggal minta dengan Allah SWT pasti akan diberi" ujar beliau dengan jama'ah.(Athar-FORMI)

Senin, 10 Juni 2013

Menyambut Ramadhan

GEMBIRA
Menyambut Bulan Ramadhan
Ramadhan Karim, Marhaban Yaa Ramadhan.....
         Sungguh kita semua bergembira sepenuh hati dengan datangnya bulan Ramadhan yang penuh berkah. Rasa gembira ini adalah cerminan ketaqwaan yang ada dalam hati kita, karena sejatinya bulan Ramadhan adalah salah satu dari syi'ar dalam agama kita yang harus senantiasa kita hormati dan agungkan. Allah SWT berfirman:
"Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (Q.S. Al-Hajj: 32)

           Karenanya, sungguh mengherankan jika ada sebagian kaum muslimin yang justru merasa berat dengan hadir bulan Ramadhan, merasa bahwa Ramadhan mengekang segala kebebasan dan kemerdekaannya. Atau ada pula yang merasa biasa-biasa saja, merasa bahwa Ramadhan hanyalah rutinitas belaka, yang datang silih berganti sebagaimana bulan-bulan lainnya. Sikap seperti ini tentu saja bukan cerminan ketaqwaan yang ada dalam hati. Melainkan timbul dari hati yang sakit atau jiwa yang lekat dengan maksiat. Tentu saja kita berlindung dari sikap yang demikian. Na'udzubillah tsuma na'udzubillah ...
        Kita wajib bergembira akan hadirnya Ramadhan, karena bulan ini membawa banyak keutamaan bagi kita semua. Jika kita merenunginya satu persatu lebih mendalam maka tentulah kegembiraan itu akan kian bertambah lengkap dan sempurna. Marilah kita melihat berapa keutamaan Ramadhan yang menjadi alasan kita bersuka cita menyambutnya.
       PERTAMA, karena Ramadhan adalah bulan penggugur dosa kita. Rosulullah SAW bersabda: "Shalat lima waktu, shalat jum'at sampai ke shalat jum'at berikutnya, puasa Ramadhan ke puasa Ramadhan berikutnya adalah sebagai penghapus (dosa) apabila perbuatan dosa besar ditinggalkan. " (H.R. Muslim).
         KEDUA, karena Ramadhan merupakan bulan musim kebaikan, dimana kita semua menjalankan ibadah denga penug semangat, berbondong-bondong dan sungguh terasa lebih ringan. Inilah yang dijelaskan dalam hadits Rosulullah SAW.
"(Bulan dimana) dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, setan-setan dibelenggu. Dan berserulah malaikat, 'Wahai pencari kebaikan, sambutlah. Wahai pencari kejahatan, berhentilah!' (demikian) sampai berakhirnya Ramadhan." (H.R. Ahmad)
       KETIGA, karena Ramadhan bulan dimana ukhuwah kita meningkat. Bayangkan saja, bagaimana hari-hari ini dipenuhi dengan banyak pertemuan antarjamaah masjid, dari mulai shalat Tarawih berjama'ah, tadarusan selepas Tarawih, hingga shalat shubuh berjama'ah. Kaum muslimin berkumpul setiap harinya dan merasakan keindahan ukhuwah yang luar biasa. Bahkan bukan hanya di luar rumah, di dalam rumah pun kita menemukan keharmonisan yang bertambah saat Ramadhan tiba.
    Marilah kegembiraan ini kita jadikan sebagai pemicu awal untuk lebih bersemangat dalam mengarungi samudra keberkahan Ramadhan dengan ragam ibadahnya yang mulia. Dan semoga Allah SWT memudahkan kita dalam menjalani satu persatu rangkaian ibadah di bulan Ramadhan.
Amin Yaa Rabb ...  
  
  
   

Selasa, 16 April 2013

ALLAH MAHA SUCI

Allah Ada tanpa Tempat    Keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim adalah meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala Maha Sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan. Allah subhanahu wa ta‘ala Maha Suci dari menyerupai makhluk-Nya. Allah subhanahu wa ta‘ala juga Maha Suci dari tempat dan arah. Allah subhanahu wa ta‘ala ada tanpa tempat. Demikian keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dalam ilmu akidah atau teologi, keyakinan semacam ini dibahasakan, bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala memiliki sifat Mukhalafatuhu lil-Hawaditsi, yaitu Allah subhanahu  wa ta‘ala wajib tidak menyerupai makhluk-Nya.
       Ada sebuah dialog yang unik antara seorang Muslim Sunni yang meyakini Allah subhanahu wa ta‘ala ada tanpa tempat, dengan seorang Wahhabi yang berkeyakinan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala bertempat. Wahhabi berkata: “Kamu ada pada suatu tempat. Aku ada pada suatu tempat. Berarti setiap sesuatu yang ada, pasti ada tempatnya. Kalau kamu berkata, Allah ada tanpa tempat, berarti kamu berpendapat Allah tidak ada.”  Sunni menjawab; “Sekarang saya akan bertanya kepada Anda: “Bukankah Allah telah ada tanpa tempat sebelum diciptakannya tempat?” Wahhabi menjawab: “Betul, Allah ada tanpa tempat sebelum terciptanya tempat.” Sunni berkata:  “Kalau memang wujudnya Allah tanpa tempat sebelum terciptanya tempat itu rasional, berarti rasional pula dikatakan, Allah ada tanpa tempat setelah terciptanya tempat. Mengatakan Allah ada tanpa tempat, tidak berarti menafikan wujudnya Allah.
     Wahhabi berkata: “Bagaimana seandainya saya berkata, Allah telah bertempat sebelum terciptanya tempat?” Sunni menjawab: “Pernyataan Anda mengandung dua kemungkinan. Pertama, Anda mengatakan bahwa tempat itu bersifat azali (tidak ada permulaannya), keberadaannya bersama wujudnya Allah dan bukan termasuk makhluk Allah. Demikian ini berarti Anda mendustakan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:

“Allah-lah pencipta segala sesuatu.” (QS. al-Zumar : 62)
      Kemungkinan kedua, Anda berpendapat, bahwa Allah itu baru, yakni wujudnya
Allah terjadi setelah adanya tempat, dengan demikian berarti Anda mendustakan
firman Allah subhanahu wa ta‘ala: 

“Dialah (Allah) Yang Maha Awal (wujudnya tanpa permulaan) dan Yang Maha Akhir (Wujudnya tanpa akhir).” (QS. al-Hadid : 3).

       Demikianlah dialog seorang Muslim Sunni dengan orang Wahhabi. Pada dasarnya, pendapat Wahhabi yang meyakini bahwa wujudnya Allah subhanahu wa ta‘ala ada dengan tempat dapat menjerumuskan seseorang keluar dari keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim, yaituAllah subhanahu wa ta‘ala Maha Suci dari segala kekurangan.
          Tidak jarang, kaum Wahhabi menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk membenarkan keyakinan mereka, bahwa Allah subhanahuwa ta‘ala bertempat di langit. Akan tetapi, dalil-dalil mereka dapat dengan mudah dipatahkan dengan ayat-ayat al-Qur’an yang sama.

by http//:pustakaaswaja.web.id

Kamis, 07 Maret 2013

Bershalawat Kepada Nabi Muhammad SAW

Ditulis Oleh: Munzir Almusawa   
Monday, 18 February 2013
B ershalawat Kepada Nabi Muhammad SAW
Senin, 18 Febuari 2013


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا (رواه مسلم)
“ Dari Abi Hurairah Ra, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya ( melimpahkan rahmat) sepuluh kali ”. ( HR. Muslim )
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Tunggal dengan keabadian , Tunggal dengan kesempurnaan, Maha Tunggal menciptakan kerajaan alam semesta dan menghamparkannya dari tiada, Yang Maha memunculkan keluhuran-keluhuran bagi hamba-hambaNya di dunia dan di akhirat, keluhuran dunia yang fana dan keluhuran akhirat yang abadi, dan semua ciptaan Allah telah diisi dengan segala kenikmatan. Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala menciptakan air maka Allah simpan sedemikian banyak kenikmatan pada air itu, diantaranya air tersebut sebagai penghilang haus dan dahaga, sebagai pencuci dan pensuci (bersuci), sebagai tempat kehidupan hewan-hewan air, sebagai pemandangan yang indah dan lain sebagainya dari manfaat-manfaat yang Allah ciptakan dalam air tersebut. Demikian pula Allah subhanahu wata’ala menciptakan api, diantara manfaat api adalah untuk memasak, memanaskan, menghangatkan, dan lain sebagainya dari hal-hal yang bermanfaat dari penggunaan api tersebut.
Kemudian Allah subhanahu wata’ala menciptakan tanah dan menumbuhkan bermacam-macam tumbuhan di atasnya yang menghasilkan berbagai macam buah-buahan yang mana memiliki manfaat yang berbeda-beda, menumbuhkan sayur-sayuran dan pepohoan yang dapt digunakan uga untuk berteduh dan lainnya. Lalu Allah subhanahu wata’ala menciptkan hewan-hewan yang memiliki manfaat yang bermacam-macam, sehingga terkadang ada hewan yang nampaknya tidak bermanfaat namun kenyataannya justru hewan tersebut membawa manfaat yang besar, sebagaimana yang kita ketahui bahwa cairan yang paling manis adalah madu padahal asal mula madu adalah dikeluarkan oleh serangga, begitu juga kain yang paling bagus dan paling mahala dalah sutera padahal asal mulanya terbuat dari ulat, adapun minyak wangi yang paling mahal adalah misk padahal asal mulanya berasal dari bagian darah kijang, demikian banyak hal-hal yang berharga dan dimuliakan di muka bumi ini ternyata berasal dari hal-hal yang hina.
Dan Allah subhanahu wata’ala juga menjadikan dalam ciptaan-ciptaanNya itu terdapat mudharat (bahaya), seperti air yang dapat membawa musibah, bakteri , penyakit dan lain sebagainya, begitu juga pada ciptaan yang lainnya seperti api, tanah, gunung-gunung, pepohonan, udara, kesemua ciptaan itu dapat juga membawa musibah selain juga membawa manfaat. Kemudian Allah subhanahu wata’ala mengutus sang Rahmatan Lil’alamin, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang membawa rahmat bagi sekalian alam semesta, yang kemudian Allah menjadikan banyak hal yang tadinya akan membawa musibah dari ciptaan-ciptaan Allah subhnahu wata’ala, berubah menjadi membawa manfaat. Sehingga hanya dengan dzikir-dzikir yang sepertinya sangat remeh dan tidak berartipun hal itu justru dapat menghindatkan seseorang dari musibah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Shahih Muslim bahwa seorang sahabat mengadu bahwa ia telah tersengat kalajengking, maka Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam berkata : “ Jika engkau membaca doa :
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
“ Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang mulia dan sempurna dari kejelekan yang diciptakan”
Sebanyak tiga kali di pagi hari dan tiga kali sore hari, maka sungguh engkau tidak akan ditimpa bahaya apa pun. Demikian rahasia kemuliaan dari tuntunan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Selanjutnya hadits riwayat Shahih Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا ( رواه مسلم )
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya ( melimpahkan rahmat) sepuluh kali”. ( HR. Muslim)
Adapun shalawat Allah kepada hamba-hambaNya adalah bahwa Allah melimpahkan rahmat kepada mereka. Sedangkan shalawat dari malaikat adalah bahwa malaikat memohonkan pengampunan dosa-dosa untuk hamba kepada Allah subhanahu wata’ala. Adapun shalawat dari manusia adalah berupa doa dan munajat kepada Allah subhanahu wata’ala agar menambahkan kemuliaan kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, makhluk yang paling dicintai Allah subhanahu wata’ala. Maka dari hadits tersebut terbukalah rahasia keagungan cinta Allah subhanahu wata’ala kepada orang-orang yang mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ( الأحزاب : 56 )
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. ( QS. Al Ahzaab : 56 )
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa orang yang bershalawat kepadanya sekali maka Allah akan bershalawat kepadanya (melimpahkan rahmat) sepuluh kali. Sungguh ribuan shalawat dari kita tidak berarti dibanding dengan shalawat Allah, bahkan jika seluruh alam semesta ini bershalawat maka hal itu tidak akan menyamai satu shalawat dari Allah subhanahu wata’ala. Dan disini Allah subhanahu wata’ala akan bershalawat sepuluh kali untuk orang yang bershalawat kepada nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wasallam satu kali. Hal ini menunjukkan sungguh besarnya sambutan Allah subhanahu wata’ala kepada yang mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, satu kali cinta seseorang kepada sang nabi maka Allah jawab dengan sepuluh kali cinta dari Allah subhanahu wata’ala. Jadi mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah perbuatan yang kultus atau syirik, namun mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah merupakan anugerah besar dan akan berlanjut dari hal itu limpahan anugerah yang lebih besar dari Allah subhnahu wata’ala di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya kita membahas kitab Ar Risalah Al Jami’ah karangan Al Imam Ahmad bin Zen Al Habsyi Ar, dan kita telah selesai dari pembahasan kalimat :
اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالمَِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ
Di malam ini kita akan membahas kalimat وَصَلَّى اللهُ “Washalla Allahu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“ Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah bershalawat untuknya sepuluh kali, dan dihapuskan darinya sepuluh kesalahan (dosa), dan ditinggikan baginya sepuluh derajat”.
Adapun yang dimaksud dengan ditinggikan sepuluh derajat adalah didekatkan kepada Allah subhanahu wata’ala sepuluh kali lebih dekat dari keadaan sebelumnya, maka seandainya seseorang yang hidup di saat ini ia bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam satu kali, maka Allah akan mendapatkan sepuluh kali shalawat dari Allah subhanahu wata’ala, dan dihapuskan darinya sepuluh dosa, serta ia terangkat sepuluh derajat lebih dekat kepada Allah subhanahu wata’ala, sungguh betapa beruntungnya orang yang cinta kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, betapa mulianya perkumpulan shalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka setelah bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pilihlah doa yang ingin diminta dan dipanjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala karena orang tersebut telah terangkat sepuluh derajat lebih tinggi, dan telah berjatuhan darinya sepuluh dosa, sehingga ketika itu ia berada lebih dekat pada pintu terkabulnya doa-doa, demikian agungnya kemuliaan satu shalawat. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan teriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabiir oleh Al Imam At Thabrani:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ عَشْرًا بِهَا مَلَكٌ مُوَكَّلٌ بِهَا حَتَّى يُبْلِغْنِيهَا
“ Barangsiapa bershalawat kepadaku, Allah bershalawat dan bersalam kepadanya sepuluh, dan shalawat itu ada malaikat yang membawanya hingga menyampaikannya kepadaku”
Dalam hadits ini ditambahkan bahwa Allah subhanahu wata’ala juga memberi salam kepada yang bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seseorang jika mendengar bahwa pak RW kirim salam kepadanya maka ia sangat gembira, terlebih lagi jika ia adalah lurah, bupati, gubernur, atau presiden dan terlebih lagi jika yang bersalam adalah Rabbul ‘alamin subhanahu wata’ala karena seseorang telah bershalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beruntunglah orang-orang yang duduk dalam perkumpulan yang terang benderang dengan shalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Kahil :
ياَ أَبَا كَاهِل أَنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ كُلَّ يَوْمٍ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَكُلَّ لَيْلَةٍ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ حُبًّا بِيْ وَشَوْقًا إِلَيَّ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ ذُنُوْبَهُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَذَلِكَ الْيَوْم.
“Wahai Aba Kahin, seseungguhnya barangsiapa yang bershalawat kepadaku di setiap siang hari 3 kali dan setiap malam 3 kali dengan penuh kecintaan kepadaku dan kerinduan kepadaku, sungguh Allah akan mengampuni dosa-dosanya di malam itu dan di hari itu”
Para pecinta dan yang rindu kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam jika bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam maka Allah subhanahu wata’ala akan menghapus dosa-dosanya di malam dan di siang itu, yaitu dengan shalawat yang dipenuhi cinta dan rindu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sayyidina Anas bin Malik berkata teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari :
مَا رَأَيْنَا مَنْظَرًا أَعْجَبَ مِنْ وَجْهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“ Tidaklah kami melihat pemandangan yang lebih menakjubkan dari wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”
Dalam riwayat yang lain disebutkan :
كَأَنَّهُ قِطْعَةُ قَمَرٍ
“ Seakan-akan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah potongan bulan purnama”
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan :
كَأَنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ تَدُوْرَانِ فِيْ وَجْهِهِ
“ Seakan-akan matahari dan bulan beredar di wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”
Wajah terindah yang dicipta oleh Allah subhanahu wata’ala, makhluk yang paling ramah dan paling baik kepada semua teman, dan berakhlak luhur kepada semua musuhnya. Disebutkan dalam sebuah riwayat ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat dijamu dengan makanan oleh orang-orang Yahudi, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi jamuan tersebut dimana makanan itu telah dibubuhi racun, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengulurkan tangan pada makanan tersebut, maka makanan yang sudah dimasak itu berbicara dengan berkata : “Wahai Rasulullah , jangan engkau memakanku karena aku telah diberi racun”, maka Rasulullah shallallahu menarik kembali tangan beliau dan melarang para shahabat untuk memakannya, namun sebagian dari para sahabat ada yang telah memakannya sehingga mereka pun meninggal.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta untuk mencari dan orang yang telah membubuhi racun pada makanan tersebut, maka tertangkaplah seorang wanita Yahudi yang telah meracuni makanan-makanan tersebut, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya : “Mengapa engkau meracuni makanan-makanan ini?”, wanita Yahudi itu menjawab : “Karena aku ingin bukti bahwa engkau adalah benar sebagai Rasulullah, sebab jika engkau hanyalah sekedar mengaku-ngaku sebagai Rasulullah maka engkau pasti akan memakan makanan itu sehingga engkau akan meninggal, namun jika engkau adalah benar seorang nabi maka engkau tidak akan memakan makanan yang beracun itu, dan ternyata engkau tidak memakannya maka sungguh engkau adalah benar-benar nabi”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Bebaskanlah wanita itu”, sehingga beliau tidak menghukum wanita itu justru membebaskannya, adakah akhlak yang lebih mulia dari akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?!.
Hal ini juga membuktikan bahwa makanan tersebut mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian rahasia budi pekerti terindah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana sulit untuk kita temui di barat dan timur serta sulit untuk kita ketahui kecuali dengan mempelajarinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat dimuliakan Allah subhanahu wata’ala begitu juga orang-orang yang mencintainya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana hadits yang telah disebutkan. Dan kita berada di majelis ini, telah berapa kali kita bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga diantara shalawat itu ada yang menjadi penghapus atas dosa-dosa kita, dan orang-orang yang berkumpul di tempat ini kesemuanya adalah orang-orang yang mencintai dan rindu kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yan teriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir oleh Al Imam At Thabrani Ar:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ بَلَغَتْنِيْ صَلاَتُهُ وَصَلَّيْتُ عَلَيْهِ وَكُتِبَ لَهُ سِوَى ذَلِكَ عَشْرُ حَسَنَاتٍ
“ Barangsiapa yang bershalawat untukku maka shalawat itu akan sampai kepadaku, dan aku bershalawat untuknya, dan selain itu dituliskan baginya sepuluh kebaikan”
Demikian rahasia kemuliaan bershalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan hadits yang menjelaskan tentang kemuliaan shalawat sangatlah banyak. Dan pembahasan kita dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah masih sampai dalam pembahasan kalimat وَصَلَّى اللهُ “ Washalla Allahu”. Malam Selasa yang akan datang insyaallah akan kita lanjutkan kembali pembahasan tentang makna shalawat ini, dan masih banyak penjelasan akan hal ini dimana sebagai penyemangat dan kabar gembira untuk orang-orang yang bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Meskipun sebenarnya telah cukup bagi kita untuk memahami kemuliaan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan firman Allah subhanahu wata’ala :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ( الأحزاب : 56 )
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. ( QS. Al Ahzaab : 56 )
Namun karena masih dangkalnya keilmuan kita, sehingga kita masih perlu untuk mengorek lagi lebih dalam makna-makna dan kemuliaan dari shalawat ini, yang insyaallah akan kita lanjutkan di majelis yang akan datang. Dan di malam ini setelah kita bershalawat dan bersalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita akan melakukan shalat ghaib untuk syarifah Nur binti Ali Al Haddad yang wafat di Singapura, dan untuk saudari Aminah binti Amir dari Papua, yang akan dipimpin oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Atthas dan sekaligus doa penutup.

Selasa, 26 Februari 2013

Fidhah : Berbicara dengan Ayat Al-Qur’an

Fidhah : Berbicara dengan Ayat Al-Qur’an 

Ia hafal Al-Qur’an dan selalu berbicara menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
www.majalah-alkisah.com 


Namanya dalam sejarah Islam memang tidak banyak disebut. Maklum ia hanyalah pembantu (kha­­dam) Sayyidah Fathimah Az-Zahra, putri bungsu Baginda Nabi Muhammad SAW.
Sebagai pembantu keluarga kekasih Allah SWT, sudah barang tentu ia ba­nyak menyerap pengalaman-pengalam­an ruhani yang berbeda dengan peme­luk Islam lainnya, setidaknya dalam pengamalan Islam dalam kehidupan se­hari-hari.
Apalagi, waktunya tidak sebentar da­lam mengabdikan dirinya kepada Fathi­mah dan suaminya, Ali bin Abi Thalib. Maka, tak mengherankan bila kemudian Fidhah juga memiliki sikap dan kebiasa­an yang sesuai dengan tuntunan agama Islam.
Namun yang paling berkesan dalam tindak-tanduknya sehari-hari adalah ber­bicara tidak secara langsung melainkan dengan menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Kisah berikut adalah perbincangan an­tara Fidhah dan seorang sahabat da­lam suatu perjalanan panjang dari desa­nya di sekitar Madinah menuju Makkah Al-Mukarramah. Perjalanan di tengah padang pasir yang kering kerontang itu dilakukannya dengan berjalan kaki seorang diri. Ini semata karena niatnya yang kuat untuk berhaji.
Melihat seorang wanita berjalan sen­dirian di tengah padang pasir, sahabat itu penasaran dan tak kuasa menahan keinginan hatinya untuk bertanya. Sam­bil menghentikan untanya di samping wanita itu, sahabat itu bertanya, “Maaf, siapakah Anda?”
Ternyata jawaban wanita tersebut mem­buatnya berdecak kagum. “Dan kata­kanlah salam. Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk).”
Untuk menjawabnya, ternyata wanita itu menyitir ayat Al-Qur’an. Sesuatu yang belum pernah ia jumpai.
Dari ayat tersebut, ia ingin mengata­kan, pertama-tama kalau bertemu de­ngan seseorang hendaklah mengucap­kan salam, baru kemudian bertanya. Ka­rena memberikan salam merupakan tan­da dan kewajiban bahwa kita ini orang Islam.
Maka, sahabat itu pun mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaikum.” Setelah itu barulah ia bertanya, “Apa yang Anda ker­jakan di padang pasir yang panas dan kering kerontang ini seorang diri?”
Wanita itu menjawab, “Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, ti­dak seorang pun yang dapat menyesat­kannya.”
“Oh, rupanya ia tersesat,” si sahabat berguman. “Namun ia punya keyakinan kuat bahwa Allah SWT selalu membim­bingnya dan memberikan jalan keluar.”
“Anda hendak menuju ke mana de­ngan pakaian seperti ini?” tanya si sa­habat lagi yang melihat pakaian wanita itu sudah lusuh dan berdebu.
“Hai anak Adam, pakailah pakaian­mu yang paling indah di setiap (mema­suki) masjid,” jawabnya.
“Oh, rupanya ia hendak menuju suatu masjid.”
“Dari mana Anda datang?”
“Mereka itu adalah (seperti) orang orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”
Sahabat itu maklum, rupanya wanita itu datang dari tempat yang jauh.
Lantas ia bertanya lagi, “Anda mau pergi ke suatu tempat persisnya di mana?”
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang- orang yang sanggup.”
Jawaban itu menjadi jelas bagi si sa­habat bahwa wanita yang ditemuinya ini hendak ke Baitullah di Makkah.
Lalu ia bertanya lagi, “Sudah berapa lama Anda berjalan?”
“Dan sesungguhnya telah Kami cipta­kan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa.”
Si sahabat paham bahwa wanita itu telah menempuh perjalanan selama enam masa, yang dia artikan enam hari.
“Anda sudah makan?” tanyanya lagi.
“Dan tidaklah Kami jadikan mereka tu­buh-tubuh yang tiada makan ma­kan­an.”
Rupanya wanita itu belum makan se­lama beberapa hari.
“Kalau begitu, maukah Anda saya antar ke kafilah Anda?”
Wanita itu menjawab, “Allah tidak mem­bebani seseorang melainkan se­suai dengan kesanggupannya.”
Ayat tersebut menyiratkan bahwa ia tidak sanggup berjalan cepat dan tidak memiliki kekuatan lagi untuk berjalan me­nuju Baitullah. Maka, tergerak hati si sahabat untuk membantunya berjalan. “Naiklah ke untaku agar dapat sampai ke tujuan.”
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah ke­duanya itu telah rusak binasa,” jawab­nya.
Si sahabat menyadari maksud ja­waban itu, yaitu bahwa si wanita itu menolak duduk berdampingan antara lelaki dan perempuan, karena itu ia se­gera turun dari punggung untanya dan mempersilakan wanita itu duduk di punggung untanya. “Duduklah di sana,” katanya.
Setelah unta itu berjalan, wanita itu berkata, “Mahasuci Tuhan, Yang telah menundukkan  semua ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya.”

Memberi Imbalan
Setelah berjalan beberapa lama, me­reka bertemu satu rombongan kafilah.
“Apakah ada yang Anda kenal dalam kafilah itu?” tanya si sahabat kepada wanita itu.
Ia pun menjawab, “Muhammad tidak lain seorang rasul.” Lantas dilanjutkan, “Hai Yahya, ambillah alkitab itu dengan sungguh-sungguh.” Juga, “Hai Musa, sesungguhnya akulah Allah.” Kemudian, “Hai Daud, sesungguhnya Kami men­jadikan kamu khalifah di muka bumi.”
Si sahabat menafsirkan bahwa di dalam rombongan itu ada kenalannya yang bernama Muhammad, Yahya, Musa, dan Daud. Lalu dipanggillah nama-nama itu.
Empat pemuda mendekat, wanita itu berkata kepada mereka, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.”
Si sahabat sadar bahwa keempat pemuda itu adalah anak-anaknya.
Kepada keempat anaknya itu wanita itu berkata, “Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Si sahabat menyadari bahwa wanita itu mengharapkan agar anak-anaknya memberi imbalan kepada dirinya karena telah mengantarkan ibunya.
Lantas keempat pemuda itu menge­luarkan uang dan memberikan kepada si sahabat.
Si ibu berkata, “Allah melipat ganda­kan (ganjaran) bagi siapa yang dikehen­daki-Nya.”
Si sahabat merasa bahwa si ibu ber­kata kepada anak-anaknya, “Tambah­lah imbalannya.”
Si sahabat kemudian bertanya ke­pada keempat pemuda tersebut, “Siapa­kah se­sungguhnya ibu kalian ini? Terus terang, belum per­nah aku melihat wanita seperti dia.”
“Beliau adalah Fidhah, pembantu Sayyidah Fathimah Az-Zahra yang se­lama 20 tahun tidak bicara melainkan dengan menyitir ayat-ayat suci Al-Qur’an,” jawab salah seorang di antara mereka.
Si sahabat tidak menutupi kekagum­annya dan berucap, “Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya.”

Sumber: http://www.majalah-alkisah.com

Senin, 25 Februari 2013

hukum Mengucapkan Selamat Natal


Hukumnya Mngucapkan Selamat Natal kpada kaum cristian atau kafir ataupun tdk kpd siapa siapa..
keranan dalam Hadist
Sabda Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam: "Barang Siapa yang Meniru,Mngucapkan
Selamat kepada Agama Lain Berarti ia Telah
Kafir dan Neraka Janahamlah Tempatnya"
- HR. Bukhari -
***




Mengapakah karna mengucapkan "selamat natal" kpada kaum kafir itu di haramkan oleh islam?
1. Karna hadits nabi :" "Barang Siapa yang Meniru ,Mngucapkan
Selamat kepada Agama Lain Berarti ia Telah
Kafir dan Neraka Janahamlah Tempatnya"
2. Karna natal adalah hari yang di peringati oleh kaum kafir/cristian sebagai hari lahirnya isa anak Allah .
Jadi, orang muslim yang mengucapkan selamat natal ' seolah ia mengucapkan "selamat hari lahirnya isa anak Allah"

Pernikahan





Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal.

Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.

Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".

Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho" atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqon gholizho". Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.

Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya : "Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat "Mitsaqon gholizho"." (Q.S An-Nisaa : 21).

Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :
I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33
III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.

Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar, bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap penyakit berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa karena dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.

Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.

Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.

Lalu apa yang harus dilakukan keduanya (suami-istri) dalam mengarungi bahtera rumah tangga? Bila suatu pernikahan dilandasi mencari keridhaan Allah SWT dan menjalankan sunnah Rosul, bukan semata-mata karena kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa nafsunya, maka Allah akan menjamin kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis, penuh cinta, dan kasih sayang, seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21, sebagaimana yang sering kita dengar.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (Ar-Ruum : 21)
Keterangan :
- Istri-istri dari jenismu sendiri (berpasang pasangan), yaitu mempunyai ukuran yang sama, ukuran dalam bidang tujuan, ilmu, rohani, dll. Serta masing-masing dapat dengan baik memahami fungsinya, serta menjalankan kewajiban dan haknya dengan baik. Suami sebagai imam dalam rumah tangga, dan istri sebagai wakilnya.
Masa awal berumah tangga, dimana kita harus dapat menyamakan pandangan dengan cara beradaptasi dengan pasangan masing-masing, serta meningggalkan sifat individual.
- Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah saling memahami sifat pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan tentram, seiring dan sejalan dalam mewujudkan tujuan berumah tangga.
- Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan pada pasangan kita, dimana kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan fisik atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja, tetapi telah timbul perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan oleh godaan-godaan yang ada.
- Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari semua perasaan, dimana pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan tanpa adanya halangan yang mengganggu, dan dapat terus berpasangan menuju ridho Allah SWT.
Tapi mengapa banyak sekali rumah tangga yang hancur berantakan padahal Allah telah menjamin dalam surat diatas? Hal ini tentunya ada kesalahan pada sang istri atau suami atau keduanya melanggar ketentuan Allah SWT.

Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang akan dicatat sebagai ibadah.

"Perjanjian Berat" Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan tanggung jawab dari orang tua kepada suami. Pengantin laki-laki telah menyatakan persertujuannya atau menjawab ijab qobul dari wali pengantin perempuan denga menyebut ijab qobulnya. Itulah perjanjian yang amat berat yang Allah SWT ikut dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan pasangan suami istri dan masyarakat.

Tanggung jwab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali terhadap seorang wanita yang dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi wanita tersebut, antara lain:
1. Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir maupun batin,
2. Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang selayaknya,
3. mendidik akhlak dan agama dengan baik,
4. mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan istrinya.

Setelah ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga yang akan menentukan corak masa depan kehidupan dalam rumah tangganya (suami sebagai imam).

Dengan aqad nikah, Allah SWT memberikan kehormatan kepadanya untuk menjalankan misi yang mulia.

Bismillahirrochmaanirrochiim.

1. Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada keduanya Allah memeperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-Nisaa : 1)
2. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur : 32)
3. Dan orang-orang yang tidak mampu berkawin hendaklah menjaga kesucian(dari)nya. Sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya. (An-Nuur : 33)
4. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)
5. Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhammu Maha Kuasa. (Al-Furqaan : 54)
6. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dari padanya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya istrinya itu mengandung kandungan yang ringan dan teruslah dia merasa ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah Tuhannya seraya berkata "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (Al-Araaf :189)
7. Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. (Ar-Rad : 8)
8. kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapapun yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapapun yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki) dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Asy-Syuura : 49-50)

Sumber :  http://www.suaramedia.com/artikel/14-kumpulan-artikel/850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html